Terkadang
aku merasa teramat bodoh. Aku didera perasaan bersalah yang aku pun sendiri tak
bisa menjelaskannya. Aku tak berdaya ketika mendapati kenyataan bahwa akulah
yang menyebabkan semua ini terjadi seperti sekarang. Dulu aku menyayangimu,
kita saling memiliki dan tiba-tiba aku dengan amat tololnya meninggalkanmu
lantas berharap kamu kembali sekarang. Ini konyol, menurutku.
Aku
pernah mengatakan pada diriku sendiri bahkan aku katakan pada mereka, aku
membencimu sekarang. Aku membenci segala yang kamu pikirkan sekarang. Tapi sungguh,
aku tak bermaksud seperti itu. Aku hanya menyesali setiap jengkal yang aku
perbuat, setiap titik yang terjadi sekarang. Langkah ini amat berat kurasa,
kamu harus tahu itu. Aku mendapati diriku yang teramat marah dengan segala keegoisanmu
sekarang, ingin rasanya aku menyatu, melebur dengan debu, aku tak sanggup
katakan bahwa ada rindu disini..kupastikan rindu itu untukmu.
Aku
tahu selama ini kita berusaha saling mengerti dalam hal ini walau kita tak
saling membicarakannya. Masing-masing dari kita berusaha untuk memberikan
jawaban melalui mata, melalui diam. Namun sungguh sulit rasanya mengartikan
diam itu. Aku tersiksa dengan tidak mengatakan segala yang ingin aku katakan
secara blak-blakan kepadamu, padahal aku bisa mengatakan semuanya pada mereka,
untukmu aku hanya diam.
Aku
harus katakan ini, aku tahu apa yang menjadi inginmu. Jangan pernah sekalipun
berrpikir aku tak memahamimu, kamu salah. Aku memahami apa yang kamu inginkan,
aku pun memahami apa maksud ‘kesempurnaan’ menurutmu itu, sungguh. Tapi
kamu harus tahu, itu tak semudah membalikkan telapak tangan, setidaknya untukku
itu tak mudah. Jangan pernah memandangku dengan tatapan seakan-akan aku egois
karena tak mau kearah itu, kamu harus mengerti, setiap kita memiliki waktu,
cara dan proses tersendiri untuk berubah. Aku hanya saja belum mendapatkan
waktu itu. Aku hanya ingin biar Tuhanku yang menuntun hatiku untuk menuju ‘kesempurnaan’ itu. Sekali lagi, jangan
berpikir aku egois. Bila itu yang kamu pikirkan, maka kita sama. Sama-sama
egois. Aku yang egois karena tak mau mengikuti jalanmu, dan kamu yang juga
egois karena tak bisa menerima diriku yang kurang ini.
Jangan
menganggapku bodoh karena tak merasa sedih dengan keadaan ini. Jangan. Aku sedih
mendapati diriku tak sempurna dimatamu. Di mata pria yang kucintai bahkan
bayangannya sekalipun tetap kucintai. Namun apa daya, duniamu terlalu sulit
kumengerti, begitupun sebaliknya. Banyak hal yang membuat kita saling
tolak-menolak. Jujurlah padaku, pernahkah kamu merasa ini terlalu sakit
rasanya? Mendapati diri kita seperti ini? Sebenarnya kita hanya perlu saling
menerima, kita hanya perlu itu saja, maka jalan kita tak akan nelangsa seperti
ini.
Namun,
konsep ‘saling menerima’ itu susah untuk kita satukan, jangankan itu untuk
saling bertukar pikiran pun kita tak sanggup. Kamu tahu, semakin kamu mencari
kesempurnaan maka kesempurnaan itu takkan pernah kamu dapatkan, tak ada manusia
yang sempurna..yang perlu kamu lakukan adalah ‘menerima’. Namun, nampaknya seperti
ini saja, aku yang tak sempurna dimatamu, biarkanlah waktu yang menuntun kita,
menuntun hati kita berdua. Bila tiba masanya kita akan melebur dalam satu titik
akhir, apakah kita akan berjalan bersama atau bersama dengan yang lain.. Kita akan
berada pasa satu kesimpulan itu.
14.01.13 Hujan. aku kira aku telah ikhlas, ternyata tidak.
0 comments:
Post a Comment