Papa

Monday 23 April 2018
Sore ini saya mengingat semua yg pernah papa saya lakukan untuk saya. Saya mengingatnya satu persatu dan menemukan begitu banyak kebaikan papa kpd anaknya ini. Sedangkan saya? Kebaikanku pada papa msh jauh dari yang bisa dihitung. Tak ada apa-apanya. Satupun tak ada.

Papa adalah orang terbaik yang keberadaannya dalam hidup ini tidak akan pernah saya sesali sedikitpun. Papa adalah sosok ayah yang paling bisa mengontrol emosi didepan anak-anaknya, yang paling sabar, yang selalu berusaha mewujudkan semua keinginan anak-anaknya tercapai, semua kebutuhan anak-anaknya beliau terpenuhi walaupun seringkali harus sembunyi-sembunyi dari Ibu tapi Papa selalu mengusahakannya karena tidak mau mengecewakan putri-putrinya. Setiap kali saya menitipkan jajan ketika beliau sedang pergi, misalnya, papa akan berjalan ke arah samping rumah, memanggil namaku di bawah jendela kamar dan memberi sekantong jajan yang saya minta, dengan cara begitu ibu takkan memarahiku karena selalu saja jajan. Papa yang akan selalu mengirim pesan singkat menyemangatiku tiap kali saya akan mengikuti kegiatan dari jaman sekolah sampai kuliah dan tetap menjadi yg pertama memberikan selamat setiap kali saya berhasil menyelesaikan kegiatan, perlombaan dll. Saya akan menemukan "Papa bangga deng ade" di layar hp saya yang beberapa menit setelah itu akan kudengar suara papa diujung sana.

Papa adalah orang yang akan datang ketika mendapatkan kabar dari sekolah ketika anaknya ini pingsan karena cuaca terlalu dingin saat itu, Papa yang akan selalu menemani anak bungsunya ini belajar sampai malam atau menonton film kesukaan anaknya, walaupun terkadang Papa akan tidur duluan di kursi. Papa yang hampir setiap malam minggu akan mengajak saya pergi makan coto makassar atau es palu butung di daerah Masjid Jami' tempat langganan kita berdua. Papa yang selalu membelikan benda-benda lucu berwarna ungu atau membelikan alat tulis menulis yang lucu karena tahu betul anak bungsunya ini mengoleksi benda-benda seperti itu saat duduk di bangku sekolah dasar dulu.

Papa yang ketika saya sakit, akan selalu datang ke kamar melihat keadaanku, membaca shalawat dan mengelus daerah yang sakit. Siapa yg kotak obatnya paling lengkap? Siapa yg kalau anaknya sakit sedikit sudah buka kotak obat kasi minum obat panadol, bodrexyn, promag dan lain lain? Papa. Ya, Papa.

Papa yang ketika pertama kali saya jauh dari rumah, pertama kali saya melempar mimpi di kota orang beliau mengantar dengan wajah penuh senyum dan selalu mengingatkan untuk tetap jaga sholat dan makan. Papa yang bila saya telepon untuk meminta izin ke luar daerah, hal pertama yg beliau tanya adalah "Disana dingin nak?," karena beliau tahu betul bagaimana tubuh saya bereaksi berlebihan terhadap udara dingin.  Pertanyaan itu akan diikuti dengan seabrek list yg beliau ingatkan untuk bisa mengatasi kelemahan saya dalam menghadapi udara dingin.

Papa yang ketika saya kecelakaan dan kaki kiri saya tidak bisa digerakkan, yang saat itu harus dibantu dengan tongkat, Papa adalah orang yg menemani saya berobat bahkan ikut menangis ketika kaki kiri saya yang kaku itu dipijit dan saya berteriak kesakitan, tangan Papa yang saya genggam. Papa yang ketika saya ingin buang air besar tengah malam, saya hanya perlu menelpon sekali dua kali dering saja, beliau akan bangun dan berdiri di depan kamar menunggu saya keluar dan membantu saya berjalan menuju toilet dengan susah payah dan selalu bertanya dari luar "Ade bisa nak? Kaki bisa sayang?" saya akan menjawab bahwa bisa, tapi beliau akan kembali bertanya semenit sekali dengan pertanyaan yang sama.
Kesabaran beliau adalah perwujudan kata cinta dan kasih sayang yang jarang beliau ungkapkan, tapi terpancar begitu jelas dari setiap senyum, dari mata berbinar-binar ketika mendengar cerita anak-anaknya dan yg dengan sabar mendengar dan menghadapi keluh kesah anak-anaknya terutama saya.

Papa, yang selalu duduk di depan rumah menunggu saya pulang, yang selalu jago dan enak membuat colo-colo (sambal khas ambon, pakai lemon cina, tomat, cili dan bawang merah serta sedikit air) saat saya ingin makan. Papa yang selalu ke kamar menunggu saya bercerita tentang hari-hari saya, menunggu cerita-cerita saya tentang apapun itu walaupun sebelumnya sudah beliau dengar tapi beliau tetap meminta saya untuk menceritakan kembali dan selalu antusias dan senyum tiap kali mendengar saya bercerita. Begitulah pria yang bergelar Papa, kata pertama yg bisa saya sebut begitu mulut, lidah dan otak saya bekerjasama mengenal dan menangkap informasi di sekeliling saya.

Beberapa waktu ini Papa sakit. Saat pertama kali mengetahuinya, hati saya begitu sakit. Setibanya di rumah, saya melihat Papa saya berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya. Tak sekuat dulu, tapi tetap bisa menemukan senyum di wajahnya, tidak berkomunikasi seperti dulu tapi beliau tetap menyimak ketika saya berbicara, terkadang tak mengenaliku, tapi saya yang akan selalu mengingatkan beliau, tak apa. Jauh di alam pikirnya, saya tahu beliau mengenal saya lebih dari siapapun mengenal saya.

"Jangan sakit Pa", ingin rasanya saya berkata seperti itu tapi sakitpun adalah rejeki dari Sang Pemilik Kehidupan. Ketika saya mengantar beliau ke kamar tiap malam, Papa akan memandangku lama dan berkata "Maaf papa merepotkan unhy" atau "ini unhy toh? Papa pung anak." Buru-buru saya akan menyeka airmata yg sudah ada diujung pelupuk mata. Bagaimana bisa Papa bilang merepotkanku ketika anakmu ini yang terlebih dahulu sudah banyak merepotkanmu,  Papa? Sungguh sedikitpun menjagamu tidak ada arti apa-apa, tidak bisa membalas sedikitpun perhatian dan penjagaanmu selama ini Pa.

Maka, sehat-sehatlah Pa. Tak ada satupun orang di muka bumi ini yang paling anakmu mau kesehatannya kesembuhannya, selain dirimu, Pa. Sehat-sehatlah kedua surgaku, Papa dan Ibu. Sehat-sehatlah, sungguh Allah Maha Penyembuh, hanya padaNya semua ikhtiar kami untuk kesembuhan Papa, untuk kesehatan Ibu. Sakit datangnya dariNya, maka penawarnya dariNya jua.

Ade sayang Papa ❤

Yang selalu memohon kesembuhanmu dan mencintaimu, putri bungsumu.

0 comments:

Post a Comment