Matahari menampakkan semangatnya, menyinari negeri ini dengan kasih. Keringat bercucuran di pipi gadis berkulit sawo matang yang sedang duduk di bawah pohon rindang sambil menenggelamkan dirinya kedalam kata-kata yang terdapat dalam novel tebal yang dipegangnya. Disisi kanannya terdapat botol air mineral dingin, rasa haus menggerogoti tenggorokannya, dia pun meraih botol tersebut dan segera meneguk air mineral itu.
Matanya masih saja terfokus pada novel yang sedang ia baca dengan sesekali dia mengalihkan tatapannya kedepan, melihat danau hijau yang terbentang di depannya. Dia begitu menikmati suasana siang yang tenang dan menyejukkan ini, nampak dari senyum manis yang selalu terpeta di wajah manisnya. Syukur tak usai terucap dari bibir mungil merahnya, bersyukur untuk segala nikmat alam semesta yang diciptakan Sang Khalik ini.
Kembali si gadis manis ini memfokuskan perhatiannya kepada novel tebal yang sedang dibacanya. Langit mulai menunjukkan warna oranye yang elegan, tanda senja mulai menyongsong, matahari kembali ke peraduannya. Fika belum beranjak dari tempat duduknya. Selang beberapa menit kemudian, terdengar bunyi dering dari dalam tasnya, dia pun merogoh telepon genggamnya di dalam tas. Terlihat gambar amplop di layar handphonenya dengan pengirim Ayah. Dia pun membuka pesan masuk yang baru didapatkannya itu, matanya melotot membaca isi pesan singkat itu, ekspresi kaget jelas di wajahnya.
Kakek tadi jatuh di depan rumah. Sekarang sedang istirahat dan tidak bisa bicara lagi, begitu isi pesan singkatnya. Dalam hati si gadis berkerudung biru ini, Fika, pun memanjatkan doa untuk kesembuhan kakeknya. Beberapa saat kemudian, handphonenya berdering lagi, satu pesan baru untuknya lagi. Innalillahi wa inna illahi roji’un, Kakek telah meninggal dunia, begitu isi pesan singkat kedua yang Fika terima. Kedua matanya serasa panas dan perlahan airmata pun mengucur dari kedua sudut matanya.
Ini seperti mimpi bagi Fika. Bulan april lalu baru saja dia bertemu dengan Kakeknya itu. Baru saja dia pulang ke desa untuk bertemu dengan kakeknya, tujuannya Fika hendak memohon izin dan berpamitan dengan kakeknya, untuk pergi melanjutkan pendidikannya di Makassar, Sulawesi Selatan. Saat itu, dia masih melihat senyum yang ramah di wajah kakeknya yang ia sayangi itu.