......
Papa..
Keningmu, matamu, dan hidungmu yang kukecup dingin itu mematahkan hatiku berulang-ulang kali pa. Menggenggam tanganmu sembari melantunkan ayat-ayat suci, menyayat hatiku tiada henti. Melihatmu terbujur kaku pa, aku kalang kabut didera berbagai perasaan kacau balau, seketika semua kenangan satu persatu berlarian di kepalaku, betapa manis sayangmu, betapa tulus cintamu, betapa pedulinya dirimu, betapa khawatirnya dirimu bila anakmu ini jatuh sakit dan betapa besar penjagaanmu pa. Sejak hari pertama aku di dunia ini dan hari terakhir kau didunia ini, tak ada satupun luka yg kau torehkan di hati ini pa. Bahkan putri bungsumu ini tidak memiliki ingatan apapun perihal seperti apa ekspresi marahmu pa.
Papa, putrimu ini tidak siap pa. Putri bungsumu ini tidak memiliki persiapan apapun menghadapi keruntuhan dunianya siang itu, kepergianmu memadamkan semua cahaya dalam hidupku.
Papa..
Namun putrimu ini tahu dia harus ikhlas sejak hari itu. Tapi aku perlu waktu untuk menyesuaikan diri akan kenyataan bahwa tanganmu tak bisa lagi kugenggam, matamu tak bisa lagi kutatap lekat-lekat, keningmu, pipimu, hidungmu yang mancung tak bisa lagi kucium, rambut hitam nan halusmu tak bisa lagi kuacak, kakimu tak bisa lagi kupijat, dan kedua tanganmu tak bisa lagi kucium untuk meminta ridhomu pa.
Papa, siapa lagi yang akan menemaniku makan coto makassar favorit kita? Siapa lagi yang akan membaca shalawat nabi ketika aku sakit? Siapa lagi yang akan selalu menelponku untuk bangun subuh? Siapa lagi yang akan memastikan jendela kamarku terkunci rapat sebelum maghrib? Siapa lagi yang akan mengomeliku jika handuk yang kupakai setelah mandi hanya kuletakkan begitu saja diatas tempat tidur? Siapa lagi yang akan mengomeliku untuk semua kenakalanku? Siapa lagi yang akan meminta aku menceritakan cerita yang sama berulang kali dan selalu tersenyum mendengar semuanya itu? Siapa lagi yg akan selalu membacakan doa sambil memegang pundakku tiap kali aku akan keluar rumah? Siapa lagi yang akan selalu bilang "Papa bangga deng ade"? Siapa lagi pa?
Papa, anakmu ini tahu Allah Maha Pembuat Sebaik-baiknya Ketetapan, tapi Pa ketetapan ini sungguh sulit. Kehilanganmu ini sungguh membuangku di jurang paling dalam kehidupan. Sepanjang hidup anakmu ini akan disiksa oleh rasa rindu dan penyesalan yang menggerogotinya.
Memandikanmu tiap pagi, menyuapimu tiap makan, menemanimu sampai kau tertidur pulas, menggosokkan minyak kayu putih agar badanmu tetap hangat, bercanda denganmu,
bercerita denganmu walau respon yg kau beri hanya senyum, menemanimu berjuang melawan sakitmu, semoga semua itu papa adalah baktiku padamu bahkan kuyakin itu tak seberapa untuk bisa membalas kasihmu padaku selama ini. Sigapmu ketika aku harus ke toilet dengan menggunakan tongkat pasca kecelakaan, genggamanmu ketika aku menjerit kesakitan ketika kaki kiriku tak bisa digerakkan, sigapmu di kala sinusitis dan maagku kambuh, sigapmu membantuku mengatasi trauma berkepanjangan saat duduk di bangku SMA dulu, pesan singkat yang kau kirim selalu menyemangatiku "ade, juara 1 kah? Papa bangga nak", yang sigap ke sekolah ketika tahu anaknya pingsan karena tak kuat menahan dingin, yang kuat menahan kantuk menemani anaknya belajar atau sekedar menemaniku begadang menonton film kesukaanku.
Kini di kepalaku penuh dengan pertanyaan apakah aku sudah cukup banyak meluangkan waktu duduk bercerita denganmu? Seberapa sering aku menyuapimu? Seberapa sering aku menemanimu tidur, memerhatikan lekat2 setiap sudut wajahmu? Kemudian kenangan apa yang papa ingat tentang putrimu ini di saat-saat terakhirmu? Seberapa sering aku membuatmu marah dan kecewa tapi papa selalu tidak mengasariku dengan kata-kata dan perbuatan, bahkan aku tetap bisa menemukan senyummu disana.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu membuatku kacau pa.
Papa, putrimu ini rindu pa. Kelak siapa yang akan mengantarkanku menuju babak baru kehidupan saat hari dimana seorang pria baik mengguncangkan arsy-Nya dengan menyebut namaku pa? Siapa yang akan memberiku restu untuk hidup baru yang akan ku tapaki. Siapa yang akan memberikan tanggungjawab ke pundak pria pilihanku pa? Papa, putrimu ini rindu pa.
Aku mencintaimu papaku sayang, papaku yang penyabar, lelaki yang memiliki cinta paling tulus, lelaki yang mengusahakan segala yg terbaik untuk putri bungsunya sejak hari pertama putrinya di dunia sampai hari terakhir ia di dunia.
Bersama tulisan ini, aku sepenuhnya ikhlas untuk ketetapan-Nya, biarkan aku digerogoti rasa rindu yang membuncah tiap hari untuk lelaki terbaikku. Sementara jeda, biarkan doaku yang menenangkan rindu ini. Semoga kelak kita bertemu di Jannah-Nya, papa. Doaku selalu menggapaimu disana Pa.
Ade sayang papa, ade rindu papa, ade sayang papa, paling sayang papa.
Yang merindumu,
Putri bungsumu.
Ambon, 30 Agustus 2019